Bangun Keluarga Harmonis, Puluhan Pasutri Muda LDII Tangsel Ikuti Seminar Pernikahan

Tangerang Selatan (11/8). Sebanyak 64 pasangan suami istri (pasutri) mengikuti seminar pernikahan yang digelar oleh LDII Tangerang Selatan pada Minggu (10/8). Kegiatan ini merupakan upaya pembinaan LDII Tangerang Selatan untuk membantu pasutri muda beradaptasi dengan pernikahan agar rumah tangganya semakin harmonis.

Bertempat di GSG Masjid Baitussalam, Pondok Cabe, pasutri muda dibekali dengan ilmu terkait komponen segitiga cinta, bahasa cinta, dan komunikasi efektif. Selain teori, peserta juga praktek menuliskan surat cinta dan merefleksikan hubungan dengan pasangannya.

Penelitian membuktikan perceraian rentan terjadi di 5 tahun pertama masa awal penikahan. Fenomena tersebut melatarbelakangi DPD LDII Tangerang Selatan untuk memberikan pembekalan kepada pasutri muda dengan tema “Menguatkan Cinta, Menyatukan Langkah”.

“Mayoritas pasutri muda bercerai karena permasalahan komunikasi dan sulit menoleransi kebiasaan buruk pasangannya. Memang masih masa romantis namun mereka juga akan mengalami culture shock terhadap kebiasan-kebiasan pasangannya, misal menaruh handuk kotor sembarangan,” jelas Malik, pantia acara.

Selaras dengan Malik, Tria selaku narasumber menjelaskan aspek untuk menjaga keharmonisan rumah tangga adalah mampu komunikasi efektif dan manajemen konflik. “Tanpa kemampuan itu, keluarga bisa goyah karena gesekan konflik,” tegasnya.

Peserta seminar pernikahan sedang bercengkrama dengan pasangannya (Foto: Evan)

Ia mengungkapkan pentingnya pengelolaan emosi dan merawat cinta di rumah tangga untuk ketahanan keluarga. Ia juga menjelaskan dengan cinta yang tumbuh dan pengelolaan emosi yang sehat, segala permasalahan yang ada di rumah dapat terselesaikan.

“Kami sangat bersyukur dapat mengikuti kegiatan ini karena mendapat pemahaman mengenai komunikasi efektif dan momen untuk merefleksikan hubungan. Sebelumnya, kami tidak terbuka dan berpura-pura kuat. Namun, setelah ikut ini, kami menyadari bahwa sebenarnya kami sama-sama lemah, kami lebih terbuka dan jujur dengan kekurangan satu sama lain,” ujar Maris, salah satu peserta dengan usia pernikahan di bawah 2 tahun yang menjalani Long Distance Marriage (LDM). (Auliya/Thifla)