Kontribusi LDII dalam Pengembangan Sepak Bola Indonesia
Jakarta (30/8). Dalam wujud pengembangan sepak bola Indonesia, DPP LDII menggelar webinar daring bertajuk “Pembinaan Sepak Bola Usia Dini” pada Minggu (29/8/2021) di Senayan, Jakarta.
Dalam acara tersebut, DPP LDII mengundang salah satu pelatih terbaik Indonesia, Indra Sjafri. Dalam kesempatan tersebut, mantan pelatih timnas Indonesia mengapresiasi dan ingin melihat langsung kegiatan sepak bola di LDII.
“LDII telah menurunkan jebolan pemain yang pernah bermain untuk Timnas Indonesia. Di antaranya, Budi Sudarsono, David Maulana, Abimanyu dan lain sebagainya. Saya berharap lebih banyak lagi pemain Indonesia lahir dari LDII,” katanya.
Indra Sjafri juga menceritakan, saat dirinya melatih tak hanya melatih fisik dan mental saja. Ia mengaku, berdakwah di lapangan hijau juga dapat membantu keberlangsungan dalam permainan pemain.
“Saya membangun sepak bola Indonesia dengan ikhlas. Saya melatih tim sekaligus berdakwah di sana. Terlihat, pemain Indonesia usai meraih kemenangan, sebagian melakukan sujud syukur. Itu merupakan simbol-simbol religus yang ditampakkan oleh generasi timnas Indonesia,” ujarnya.
Indra pun menceritakan pengalamannya saat melatih pemain Timnas Indonesia dengan cara berdakwah di ruang ganti. Saat itu, Indonesia mengalahkan juara bertahan Korea Selatan dengan skor tipis 3-2.
“Tidak ada yang tidak bisa dikalahkan di dunia ini kecuali Allah SWT. Itu merupakan karakter moral yang saya berikan kepada pemain Timnas Indonesia. Oleh karena itu, masalah spiritual tetap menjadi hal terpenting. Alhasil, Indonesia bisa mengalahkan Korea Selatan pada 2013,” jelasnya.
Tidak hanya itu, bermain sepak bola tidak hanya mengenai kalah atau menang saja. Namun sepak bola harus dibangun melalui nilai-nilai dan karakter yang baik.
“Sepak bola bukan mengenai kalah-menang saja. Namun, kualitas dan nilai-nilai karakter harus dibangun dalam sepakbola. Kekalahan yang sudah diperjuangkan dengan cara yang baik, itulah kemenangan yang hakiki. Tetapi sebaliknya, jika kemenangan dicapai dengan cara yang tidak baik, maka itu kekalahan yang sebenarnya,” tuturnya.
Masih dalam kesempatan yang sama, Indra juga memberikan tips kepada peserta webinar agar menjadi pelatih yang baik.
“Ingin menjadi pelatih yang baik, harus mengetahui tugas kepelatihan, metode kepelatihan dan psikologi kepelatihan. Nah, tugas tersebut harus dilalui bertahap dengan cara kursus kepelatihan,” paparnya.
Ia juga memberikan gambaran, pemain hebat belum tentu bisa menjadi pelatih yang hebat pula. “Mantan pemain hebat tidak cukup untuk menjadi pelatih yang baik. Bisa dilihat dari Diego Maradona semasa muda menjelma menjadi pemain hebat. Namun, saat menjadi pelatih dia gagal,” ujarnya.
“Pelatih yang baik bukan menjadikan pemain itu seperti kita. Pelatih baik adalah bagaimana dia bisa mengembangkan potensi pemain yang dimiliki. Hal tersebut bisa menjadikan sang pemain lebih bagus dari pelatihnya,” imbuhnya.
Direktur Teknik PSSI ini juga memberikan arahan kepada generasi muda LDII untuk mendapatkan lisensi resmi kepelatihan. “Lisensi D itu pelaksanaanya sudah diambil dari Asosiasi Sepak Bola Provinsi (Asprov). Nah, setelah itu, Asprov akan mengajukan ke PSSI. Kemudian PSSI akan menunjuk instrukturnya,” paparnya.
Indra Sjafri mengharapkan, LDII dapat membuat kursus kepelatihan di setiap provinsi. “Saya berharap kepada LDII untuk kedepannya, membuat kursus kepelatihan di setiap provinsi. Bila ini terwujud, saya yakin generasi muda Indonesia akan mahir dalam sepak bola. Inilah yang dilakukan negara lain, seperti Jepang,” ujarnya.
Sementara itu, Deputi 3 Bidang Pembudayaan Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Raden Isnanta mengapresiasi LDII yang telah berfokus memajukan sepak bola di Indonesia.
Ia mengungkapkan LDII di berbagai daerah telah menggiatkan olahraga, salah satu upayanya dengan mendirikan Sekolah Sepak Bola (SSB). “Banyak pemain terbaik Indonesia yang lahir dari LDII,” ujarnya.
Penduduk Indonesia merupakan penggila bola terbesar ketiga di dunia. Menurut Raden Isnanta, menjadi penggila sepak bola tidak secara otomatis menjadikan prestasi sepak bola Indonesia mendunia. “Agar berprestasi tinggi, olahraga khususnya sepak bola harus dibina, sejak usia dini hingga menjadi pemain profesional,” ucapnya.
Proses panjang itu tidak hanya melibatkan soal teknis seperti skill, taktik, strategi dan mental, namun faktor non teknis pun sangat diperlukan dalam mengembangkan potensi pada anak. “Seperti halnya lingkungan yang kondusif, islami, agamis dan sebagainya tentu akan menumbuhkan atlet yang berprestasi,” tambahnya.
Ia menambahkan, jika berada dalam lingkungan yang tidak baik, iklim pertumbuhan atlet berprestasi tidak akan tercipta. Namun ada juga atlet dari iklim yang kurang baik bisa menjadi atlet berprestasi.
“Sebagai contoh, Mike Tyson. Dia berasal dari lingkungan yang kurang baik, kemudian diangkat ke dalam iklim yang kondusif maka dia menjadi atlet berprestasi, tentu perlu pengawasan,” kata Raden Isnanta.
Dukungan dari berbagai pihak mulai dari keluarga, organisasi, pemerintah maupun pondok pesantren sangat dibutuhkan. “Alhamdulillah, LDII sangat peduli dengan sepak bola akhirnya melahirkan pesepakbola yang berprestasi,” katanya.
Dalam upaya membangun sepak bola harus lengkap. Membangun sepak bola tidak hanya melihat dari hasil pertandingan yang menang, namun membangun mental dan moral para pemain juga harus menjadi perhatian. “Perlu adanya perekayasaan secara menyeluruh,” tuturnya.
“Saat ini, Presiden menempatkan sepak bola menjadi konsen pemerintah. Salah satu upayanya PSSI dibantu dalam membina usia dini, pembinaan SDM melalui pelatihan lisensi pelatih, lapangan untuk latihan maupun tanding, dan tata kelolanya,” ujarnya.
Tidak hanya itu, masyarakat juga berpartisipasi aktif dalam memajukan sepak bola, terbukti dengan banyak munculnya SSB di tengah masyarakat dalam membina sepak bola usia dini. Saat ini, Indonesia sedang menuju dalam pembinaan yang terstruktur secara baik. Pemerintah menyelenggarakan kompetisi usia dini dengan melibat SSB yang ada di masyarakat.
“Banyak munculnya kompetisi sepak bola usia dini seperti Liga Pelajar U-12, ada juga Piala Suratin, sehingga usia kompetisi usia dini sudah terisi, tinggal peserta yang perlu diperbanyak,” ucapnya.
Dari segi latihan, tidak harus berlatih di stadion, namun dapat menggunakan lapangan yang ada. Banyak wilayah yang mendukung sepak bola seperti di Bali, menggunakan dana desa untuk memperbaiki lapangan sepak bola dengan tujuan meningkatkan animo masyarakat bermain sepak bola.
Sementara dalam segi SDM, pelatih sebagai komponen yang paling penting dalam sepak bola, sebab peran pelatih sangat berpengaruh kesuksesan olahraga, “Karena pelatih yang hebat bisa mengatasi kelemahan, bisa memanfaatkan sumber daya yang ada, pelatih yang baik adalah yang sadar dengan keadaan yang ada” katanya.
Pemerintah menempatkan sepak bola, basket dan voli sebagai cabang olahraga yang dikemas sebagai Sport Industry. “Menteri BUMN, Erick Tohir mengatakan bahwa cabang olahraga yang dapat dikemas secara industri akan didukung dari dunia usaha,” katanya saat webinar.
Menurutnya, dalam industi olahraga, sepak bola menjadi pasar terbesar, sebab 86 persen penduduk Indonesia pecinta sepak bola. “Jangan sampai animo itu diambil oleh asing, sehingga semua berduyun-duyun mengambil pasar sepak bola Indonesia. Sementara, kita tidak mengambil, karena saat ini sepak bola bisa jadi barang dagangan,” pungkasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris Umum DPP LDII, Dody Taufik Wijaya mengatakan, pembinaan sepakbola usia dini, LDII sudah melakuan pembinaan fisik, mental, dan spiritual.
“Sebelumnya, kami mengapresiasi untuk narasumber yang mau membagikan ilmunya dalam pembinaan sepak bola untuk generasi muda. Ini merupakan dakwah bilhal LDII alias kontribusi nyata untuk bangsa,” ujarnya.