Jakarta (15/11). Berbagai Ormas Islam sepakat Mendikbud Ristek Nadiem Makarim perlu merevisi atau bahkan mencabut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi atau Permendikbud 30. Alasannya, ada pasal-pasal yang memungkinkan hubungan badan di luar nikah dilakukan para mahasiswa.
“Permendikbud 30 juga jangan terkesan hanya mengatur kekerasan seksual saja, tapi tidak melarang hubungan seksual yang didasari suka sama suka,” ujar Sekretaris Umum DPP LDII, Dody T. Wijaya.
Menurut Dody, Permendikbud tersebut harus dicabut dan direvisi karena mereduksi nilai-nilai moral dan cenderung melegalkan seks bebas yang mengadopsi nilai-nilai budaya liberalisme.
Dody mengatakan, bila hubungan seksual di luar nikah tak diatur dalam Permendikbud tersebut, sama halnya melegalkan zina, asal suka sama suka, “Hubungan seks di luar nikah di Indonesia makin menjamur, dimulai sejak remaja dan berpotensi dilakukan pula oleh para mahasiswa,” paparnya.
Dody menyitir penelitian yang dilakukan oleh Reckitt Benckiser Indonesia terhadap 500 remaja di lima kota besar di Indonesia, “Mereka menemukan, 33 persen remaja pernah melakukan hubungan intim yang aktivitasnya berupa penetrasi,” imbuh Dody. Pelakunya, menurutnya menyitir Reckitt Benckiser Indonesia, 58 persen berusia 18 sampai 20 tahun, “Dan mereka belum menikah,” imbuh Dody.
“Kami dari DPP LDII menginginkan, Permendikbud tersebut dicabut dan direvisi agar tidak terkesan hanya melindungi kekerasan seksual yang bersifat paksaan. Namun juga harus mengatur hubungan intim di luar nikah atau bahkan kekerasan seksual yang berdalih suka sama suka,” tegasnya.
Dari sisi hubungan seks di luar nikah atau perzinaan, tentu diharamkan oleh berbagai agama. Aktivitas itu juga melanggar norma-norma bangsa Indonesia, dan berimbas besar bagi kehidupan sosial, “Bisa dibayangkan mereka yang hamil di luar nikah, ibu dan anak menanggung beban psikologis. Akibat dari hubungan itu, pendidikan mereka bisa terganggu,” paparnya.
Menurutnya, DPP LDII mendukung ormas-ormas Islam yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) di berbagai wilayah untuk mendorong dicabut dan direvisi Permendikbud 30. Pasalnya, dunia kampus merupakan cermin pendidikan tinggi nasional, “Di sana bukan sekadar intelektual dan pengetahuan yang dihormati, tapi nilai-nilai moral, etika, bahkan spiritual civitas akademik,” papar Dody.
Ia mengingatkan, bila Permendikbud tidak dicabut dulu, lalu diperbaiki dan direkonstruksi ulang, maka pemerintah terkesan abai dan masa bodoh dengan aktivitas mahasiswa dalam hal seks di luar nikah. Meskipun kampus adalah simbol kebebasan intelektual, “Tapi hubungan di luar nikah yang berimbas pada psikologis dan kesehatan juga harus dilarang,” kata Dody.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua DPD LDII Kota Tangerang Selatan Edy Iriyanto mengatakan, hubungan seksual yang dilakukan sebelum menikah memiliki berbagai resiko. “Jika mereka masih memegang nilai-nilai agama yang kuat maka akan timbul guilty feeling dan merasa sangat berdosa. Karena dalam agama, hubungan seksual sebelum menikah dinilai sebagai salah satu dosa besar yang tidak boleh dilakukan,” ujar Edy menyitir pendapat Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Koentjoro.
Edy Iriyanto sepakat, jika Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi sebaiknya mencabut atau melakukan perubahan terhadap Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021, agar perumusan peraturan sesuai dengan ketentuan formil pembentukan peraturan perundang-undangan dan secara materil tidak terdapat norma yang bertentangan dengan agama, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. /** kimtangsel