LDII dan Polri Siap Sinergi dalam Kemitraan Deteksi Dini Kamtibmas

Upaya Kontribusi Dewan Pimpinan Pusat LDII untuk bangsa kali ini bersama Polri, yakni sosialisasikan Peraturan Polisi (Perpol) No.1 tahun 2021, tentang Pemolisian Masyarkat melalui kegiatan Webinar pada Minggu, 20/2/2022. “Kegiatan Sosialisasi Perpol No.1/2021 yang diselenggarakan secara daring adalah dalam rangka untuk Peningkatan Peran LDII dalam Kerjasama dengan Polri terkait Pembentukan Forum Kemitraan Polisi Masyarakat ( FKPM ), ini adalah sebuah komitmen yang dibangun LDII kaitanya dengan urusan Kebangsaan,” jelas KH.Ir. Chriswanto Santoso,M.Sc, Ketua Umum LDII saat membuka acara.

KH.Chiswanto Santoso selanjutnya menyampaikan bahwa program 8 klaster LDII, di urutan pertama adalah Kebangsan, prioritas utama untuk urutan nomor satu ini merupakan hasil diskusi yang cukup panjang walaupun LDII lembaga keagaman, ini karena kita hidup di Indonesia.

Webinar yang menghadirkan nara sumber Kakorbinmas Mabes Pori, yang diwakili Kombes Pol Terr Pratiknyo, bersama Tubagus Khaerul Dwi Sapta, Direktur Kelembagan dan Kerjasama Desa di Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, dan Dr. Yudi Latif dari akademisi serta Prof. Singgih Sulistyo Guru Besar Undip yang juga salah satu Ketua DPP LDII. Webinar dengan tema ‘Sinergi untuk Kesejahteraan Masyarakat’ dimoderatori Iqbal Basari, Redaktur Kompas Grup.

Dalam penyampaiannya, Terr Pratiknyo yang mewakili Irjen Soewondo, Kakorbinmas Mabes Polri mengatakan bahwa Peraturan Polisi No.1/2021 adalah revisi dari Perpol no.13/2015. Hal ini merupakan salah satu bentuk strategi Polri mengingat masyarakat yang terus berkembang dan tentu bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. “Polisi Masyarakat adalah intinya untuk mengajak masyarakat melalui kemitraan sehingga bisa mendeteksi dini permasalahan adapun model Polmas ada dua, wilayah dan kawasan, terima kasih LDII yang telah mendorong Poli dalam rangka mendesain masyarakat agar mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat,terumama permasalahan yang terkait dengan Kamtibmas dilingkungan masyarakat setempat. Kami ucapkan terima kasih kepada LDII,” Kombes Pol Terr Pratiknyo, mengapresiasi LDII.

Bagaimana merawat harmoni dan mencegah pembelahan sosial masyarakat dengan nilai nilai luhur Pancasila, pakar Pancasila, Prof. Yudi Latif yang menjadi narasumber ke dua pada webinar tersebut mengatakan bahwa globalisasi menarik bangsa Indonesia ke ideologi-ideologi internasional. Sekaligus menekan balik, sehingga ideologi itu menciptakan perlawanan di tingkat akar rumput. “Untuk menjadi rakyat Indonesia harus memiliki keluasan mental seluas Indonesia, dan memiliki kekayaan rohani sebanyak dan semajemuk Indonesia. Pancasila mampu menyatukan perbedaan, namun sebagai ideologi negara Pancasila juga tak lepas dari tantangan akibat globalisasi.

Narasumber ke tiga pada webinar tersebut Tubagus Khaerul Dwi Sapta, Direktur Kelembagan dan Kerjasama Desa di Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri yang juga berbicara soal keamanan. Ia menyampaikan materi dengan judul Peran Pemerintah Desa untuk Mengatasi Berbagai Potensi Konflik Sosial. Dalam paparannya Ia menyebut pasal 5 UU No.7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial yang disana disebutkan ada 5 potensi, yakni permasalahan yang berkaitan dengan Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Perseteruan antar umat beragama, sengketa batas wilayah, sengketa sumber daya alam dan distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang.

Sementara itu Prof. Singgih Sulistyono sebagai pembicara terakhir pada Webinar nasional yang diikuti oleh seluruh DPW LDII Provinsi dan Kabupaten Kota seluruh Indonesi ini mempertanyakan tentang menghidupkan Patron-client di Pedesaan. Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro, sekaligus Ketua DPP LDII Singgih Tri Sulistyono meyakinkan kembali kepada stakeholder di negeri ini bahwa wilayah dan masyarakat pedesaan masih merupakan penyangga utama kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Namun ujar Dia, transformasi historis yang saat ini berlangsung telah mengancam salah satu pilar struktur sosial, yakni memudarnya pola hubungan patron-client. Padahal pola hubungan ini menjamin kehidupan yang harmoni di pedesaan. “Hubungan patron-client adalah hubungan antara pemimpin dengan pengikut yang saling menguntungkan dimana pemimpin menjamin kemakmuran sedangkan rakyat memberikan dukungan politik dan penghormatan,” paparnya.

Sistem politik ini menurutnya menjadikan desa sebagai kesatuan teritorial dan budaya yang utuh dan solid. Meski hidup dalam kondisi pas-pasan. “Dulu ketahanan hidup masyarakat desa dijamin oleh pemimpinnya. Kegaduhan, perlawanan dan pemberontakan masyarakat desa justru terjadi ketika ada goncangan dalam pola hubungan patron-client dan terlanggarnya batas subsistensi,”Jelas Singgih.

Masih menurut Singgih, pernah ada situasi dimana masyarakat kumpul di suatu masjid melakukan zikir bersama meminta tolong langsung kepada Maha Kuasa, bukan meminta tolong kepada penguasa. Ia berpendapat, hal tersebut menjadi salah satu indikator para pemimpin di desa itu tidak lagi menjadi tempat bergantung dan berlindungnya masyarakat, sehingga hubungan patron-client mengalami disorientasi. “Saya kira, untuk sekarang dan yang akan datang satu-satunya yang bisa menjadi patron di masyarakat desa adalah negara. FKPM yang diinisiasi pihak Polri bisa difungsikan sebagai elemen negara karena di dalamnya terdapat aparat keamanan, pemerintahan dan tokoh-tokoh masyarakat. LDII siap bekerjasama untuk menjalankan fungsi patron-client yang bisa menjadi pembela dan pelindung masyarakat pedesaan dari berbagai macam potensi konflik sosial,” tutup Singgih. (fin).

 

Oleh: Arifin Rusdi (contributor) / rully kuswahyudi (editor)