Semarang (1/3). Kasubdit Polmas Binmas Polda Jateng, AKBP Maulud berpesan di hadapan santri ponpes, “Siswa pondok pesantren harus bisa menjaga pergaulan yang baik seperti tindakan kekerasan, bullying hingga pergaulan bebas,” ujarnya setelah salat jumat bersama di masjid Shirothol Mustaqim, Gedongsongo, Manyaran, Semarang pada Jumat (24/2).
Ia juga menegaskan bahwa siswa harus punya karakter yang baik sehingga tidak terpengaruh perkembangan zaman. “Di luar sana yang sedang viral di media saat ini seperti tindakan kekerasan, bullying, amoral, asusila, pencurian, radikalisme, dan penyalahgunaan narkoba. Jangan sampai terpengaruh,” pesannya.
Maulud mengatakan, jika sampai terjerat pengaruh buruk tersebut, pasti akibatnya akan susah sendiri, tidak hanya diri sendiri tapi juga keluarga hingga orang-orang di sekitarnya.
Ketua DPW LDII Jateng Prof Singgih Tri Sulistiyono juga menambahkan, siswa pondok harus terus menerus untuk menyampaikan dakwah amar mafrut nahi munkar. “Namun dalam berdakwa harus dengan sejuk dan melihat situasi dan kondisi lingkungan agar suasana tetap kondusif apalagi sebentar lagi akan memasuki tahun politik,” pesannya.
Di ruang publik yg lebih ditonjolkan adalah budi luhur sebab budi luhur merupakan cerminan penghayatan nilai-nilai Islam. Di hadapan peserta salat jumat, guru besar Universitas Diponegoro ini juga mengajak siswa pondok saat terjun ke masyarakat mampu menjadi pelopor kebersamaan menjaga NKRI. Kesadaran berbhinneka tunggal ika sudah sangat populer sebagai bagian dari empat konsensus kebangsaan. Namun demikian kesadaran itu perlu juga direalisasi dalam tataran praktik, terutama pada konsensus kebhinekaan.
Sekarang ini masih sering terjadi ada penerapan standar ganda dalam menafsirkan dan mempraktikan semangat kebhinekaan. Komitmen terhadap Pancasila yang menghargai kebhinnekaan, maka semua warga negara Indonesia dengan latar belakang apapun sejauh tidak bertentangan dengan Pancasila memiliki hak hidup dan dilindungi negara di Indonesia. “Karena kita hidup di Indonesia yang sudah berkomitmen dengan 4 konsesnsus bangsa, (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, UUD 45,” tambahnya.
Prof Singgih mencontohkan kalau di ruang terbatas seperti di masjid bisa disampaikan ayat Alquran dan hadits sebagaimana Allah SWT dan Rosulullah SAW memerintah atau melarangnya. “Tetapi kalau di ruang terbuka umum, cara berdakwah agama Islam harus disampaikan secara santun dan menyejukkan, tidak menjelekan atau memprovokasi agama lain,” ujarnya. (catur/ tribunjateng).
Oleh: Rully Sapujagad (contributor) / Noni Mudjiani (editor)