Kediri (23/12). Program perlindungan dan pelestarian ekosistem pondok pesantren (ponpes) terus digalakkan demi menjaga lingkungan hidup yang bersih, hijau, dan sehat. Dalam upaya ini, Universitas Gadjah Mada (UGM), Sekolah Tinggi Agama Islam Minhaajurrosyidin (STAIMI) Jakarta, dan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Bu Nandang bekerja sama menerapkan program Eco-pesantren pada beberapa ponpes LDII di Jawa Timur.
Program ini berlangsung pada 20 November hingga 19 Desember 2024, mencakup Ponpes Wali Barokah Kediri, Ponpes Gadingmangu Jombang, dan Ponpes Kertosono Nganjuk. Ketiga ponpes tersebut dibekali dengan pelatihan pemanfaatan sampah organik menjadi kompos, eco-enzim, dan pupuk cair, serta pengolahan sampah plastik menjadi produk kreatif.
Dosen UGM sekaligus inisiator Kyai Peduli Sampah Atus Syahbudin menjelaskan bahwa program ini bertujuan menyamakan pemahaman dan memberdayakan warga pesantren dalam pelestarian lingkungan, “Aktivitas sehari-hari di ponpes diarahkan untuk membangun kesadaran akan pentingnya ramah lingkungan. Warga pesantren, termasuk dewan guru, ustadz, santri, dan elemen lainnya, dilibatkan secara aktif,” jelasnya.
Ia melanjutkan edukasi dan fasilitas yang memadai juga menjadi kunci keberhasilan, didukung pembiasaan 29 karakter luhur secara rutin di pesantren, “Langkah ini menjadi modal penting untuk membangun pola pikir ramah lingkungan di kalangan santri, menciptakan lingkungan hijau, mencegah pemanasan global, dan memperkuat ketahanan pangan,” lanjutnya.
Optimalisasi lahan pesantren juga menjadi fokus. Ia mengarahkan lahan ponpes yang tersisa dioptimalkan untuk memproduksi sayur mayur, empon-empon dan buah-buahan. Setiap RT/RW di dekat ponpes dilatih pula agar memiliki satu sampai dua kader pengolahan sampah organik (kompos), rumah magot, serta menginisiasi bank sampah.
“Dan bila mampu mengadakan incenerator guna pengolahan sampah residu. Bagi sekretariat dan divisi media sosial juga dilatihkan pembuatan medsos terkait proklim serta pengenalan Sistem Registri Nasional (SRN) dan spektrum,” lanjutnya.
Sebagai langkah awal, survei ponpes beserta lingkungannya sudah dilakukan dalam rangka profiling dan mapping, termasuk penilaian terhadap perilaku santri dalam menjaga kebersihan dan pengelolaan sampah, “Edukasi menjadi prioritas utama. Para santri terus dibiasakan aksi nyata seperti menghemat air dan listrik, memilah sampah sesuai jenisnya, serta mengurangi penggunaan softex dengan handuk menstruasi, meminimalkan plastik dan kertas sekali pakai,” tambah Atus.
Kepala Bidang Konservasi Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kab. Jombang Lilik Purwati, ST., MM. (kanan) bersama dosen UGM Ir. Atus Syahbudin, Ph.D. saat mengunjungi rumah magot Ponpes Gadingmangu Jombang.
Atus melanjutkan prgram tersebut meliputi sosialisasi mengenai Eco-Pesantren dan Program Kampung Iklim (ProKlim), pelatihan (ToT) pemanfaatan sampah organik dari sisa dapur ponpes dan dedaunan, serta kreasi pemanfaatan sampah plastik bagi kader lingkungan ponpes.
Pemilik LKP Bu Nandang, Erni Suhaina berharap hasil kreasi pengolahan sampah plastik menjadi produk kreatif bisa dipasarkan secara daring melalui marketplace atau showroom pesantren.
“Keputrian ponpes selanjutnya mampu memproduksi dan memasarkan hasilnya secara daring via market place. Kita juga punya showroom atau ruang workshop untuk menyajikan dan menjual karya-karya keputrian berbahan sampah anorganik,” jelasnya.
Sementara itu Dosen STAIMI Hari Winarsa menjelaskan bahwa limbah sampah organik seperti air leri dari dapur ponpes dan sersak daun bisa dimanfaatkan untuk membuat pupuk dan produk lainnya, “Langkah ini bertujuan untuk mengurangi limbah yang terbuang dan memanfaatkannya untuk kebaikan bersama,” tambahnya.
Berkat inovasi ini, Hari bersama 8 mahasiswa STAIMI baru saja meraih medali emas dalam kompetisi Quality Excellence Activity (QEA), Temu Karya Mutu dan Produktivitas Nasional (TKMPN) XXVIII 2024. Mereka menjuarai kompetisi di antara 635 tim inovasi terbaik yang berlangsung di Bali Nusa Dua Convention Center pada 2-6 Desember 2024.
Hari mengungkapkan Ponpes Wali Barokah Kediri, Ponpes Gadingmangu Jombang, dan Ponpes Kertosono Nganjuk berpotensi besar dalam menjalankan program eko-pesantren. Ia berharap keberhasilan Program Eco-pesantren ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih hijau dan ramah lingkungan sekaligus memperkuat peran pesantren sebagai pusat pendidikan yang relevan dengan tantangan masa kini.
“Selain itu, program ini juga memberikan kontribusi pada ketahanan pangan dan pengurangan dampak perubahan iklim di Indonesia,” ungkapnya.
Oleh: Atus Syahbudin (contributor) / Fitri Utami (editor)
Kunjungi berbagai website LDII
DPP, DPP, Bangkalan, Tanaroja, Gunung Kidul, Kotabaru, Bali, DIY, Jakpus, Jaksel, Jateng, Kudus, Semarang, Aceh, Babel, Balikpapan, Bandung, Banten, Banyuwangi, Batam, Batam, Bekasi, Bengkulu, Bontang, Cianjur, Clincing, Depok, Garut, Jabar, Jakarta, Jakbar, Jakut, Jambi, Jatim, Jayapura, Jember, Jepara, BEkasi, Blitar, Bogor, Cirebon, Kalbar, Kalsel, Kaltara, Kalteng, Karawang, Kediri, Kendari, Kepri, ogor, Bogor, Kutim, Lamongan, Lampung, Lamtim, Kaltim, Madiun, Magelang, Majaelngka, Maluku, Malut, Nabire, NTB, NTT, Pamekasan, Papua, Pabar, Pateng, Pemalang, Purbalingga, Purwokerto, Riau, Sampang, Sampit, Sidoarjo, Sukoharjo, Sulbar, Sulsel, Sultra, Sumbar, Sumsel, Sumut, Tanaban, Tangsel, Tanjung Jabung Barat, Tegal, Tulung Agung, Wonogiri, Minhaj, Nuansa, Sako SPN, Sleman, Tulang Bawang, Wali Barokah, Zoyazaneta, Sulteng