300 Santri Ponpes Nurul Azizah Ikuti Pembekalan Calon Muballigh
Kediri (28/03). Delapan program pengabdian LDII adalah bentuk sumbangsih LDII untuk bangsa, yaitu wawasan kebangsaan, prinsip dakwah dan akhlak bangsa, pendidikan karakter, pangan dan lingkungan hidup, ekonomi syariah, pengembangan pengobatan herbal, pemanfaat teknologi digital produktif, pemanfaatan energi baru terbarukan.
Pada program kedua, prinsip dakwah dan akhlak bangsa, LDII bekerjasama dengan berbagai pihak berhasil mencetak dai-dai muda untuk malaksanakan amar makruf nahi munkar, dengan dakwah santun sesuai dengan prinsip dakwah LDII yaitu berbuat baik (ihsan), keteladanan (uswatun hasanah), ikhlas, budi pekerti yang mulia (akhlakul karimah), toleransi (tasamuh), menggembirakan pada orang lain (tabsyir), bertahap (tadarruj), kesatuan (al wahidah), pembinaan (binaa), musyawarah, kebangsaan, dan universal. Hal tersebut yang mengilhami Ponpes Nurul Azizah menggandeng Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kunjang melakukan pembekalan untuk 170 santriwan dan 130 santriwati pada Sabtu, 24 Maret 2022 di Aula Ponpes Nurul Azizah, Balongjeruk.
Dalam kesempatan itu, Kepala KUA, Abdul Hamid Hamdah menilai, saat ini dakwah di media sosial tingkat toleransinya meningkat sehingga tidak mudah menyalahkan orang lain dan merasa paling benar sendiri, dakwah di media sosial tingkat toleransinya meningkat sehingga tidak mudah menyalahkan orang lain dan merasa paling benar sendiri. “Apapun jenis organisasinya, dengan berkeyakinan terhadap apa yang mereka yakini, yang penting satu, jangan pernah menyalahkan orang lain, kedua merasa paling benar sendiri maka tidak akan terjadi konflik horizontal dan antar sosial bisa berjalan dengan baik,” kata Abdul Hamid Hamdah.
Lebih lanjut, Abdul Hamid Hamdah menekankan, berilmu itu harus bersanad, ada guru yang mengajarkan, tidak membaca buku sendiri dan tidak berguru melalui media sosial yang tidak ada saringannya, “Ketika ada kesalahan kita (Kemenag) tidak tahu, berguru seperti inilah yang kita harapkan, bahwa menuntut ilmu itu harus punya guru,” tutupnya.
Oleh: Rozy Mujahid (contributor) / Faqihu Sholih (editor)